Kamera 360 Derajat – Cara Baru Penyebaran Informasi yang Sarat Potensi
Virtual reality (VR) menjadi salah satu sorotan utama dalam dunia teknologi pada tahun 2016 di samping tingginya minat industri terhadap artificial intelligence (AI) dan mobil dengan kemudi otomatis. Dunia seakan berbondong-bondong mengikuti arus tren yang diprediksi akan semakin populer dalam waktu dekat ini.
Tidak diketahui secara pasti siapa pihak yang memopulerkan kembali VR, yang sebenarnya merupakan teknologi lawas. Mungkin berkat Oculus yang memperkenalkan headset VR Oculus Rift lewat proyek Kickstarter pada tahun 2012 silam, atau Google sebagai pionir perangkat headset VR yang murah dengan proyek Cardboard.
Siapa pun pihak yang paling berpengaruh, usaha mereka berhasil
membuktikan bahwa di usia yang masih seumur jagung, VR era modern
merupakan teknologi potensial yang diminati masyarakat. Popularitas VR
juga turut menggenjot minat terhadap komponen pendukung VR lainnya,
seperti kamera 360 derajat serta konten-konten berbasis VR.
Bagaimana posisi kamera serta konten video 360 derajat di
industri hiburan saat ini? Apakah kamera 360 derajat sudah siap diterima
oleh masyarakat umum? Mari kita bahas secara rinci.
Belum memiliki pakem
Beberapa tahun sebelum masuk ke ranah mainstream, foto dan video 360 derajat hanya digeluti oleh segelintir penghobi dengan menggunakan
perlengkapan kamera yang dimodifikasi sedemikian rupa. Tentu saja
prosesnya terbilang sulit dan memakan biaya tidak murah.
Dulu, satu-satunya alternatif murah adalah dengan memanfaatkan fitur PhotoSphere yang diperkenalkan oleh Nexus 4 lewat update Android 4.2 Jelly Bean. Namun penggunaannya terasa merepotkan dan kadang memiliki hasil yang tidak sesuai ekspektasi.
Kepopuleran VR saat ini berdampak pada kebutuhan masyarakat umum
akan kamera 360 derajat yang siap pakai, ramah kantong, dan pastinya
memiliki bentuk tidak mengintimidasi.
Beberapa perusahaan kamera seperti Nikon dan Ricoh mencoba memenuhi
kebutuhan ini dengan memperkenalkan Nikon KeyMission 360 dan Ricoh
Theta. Samsung tidak mau ketinggalan, ikut merilis kamera 360 derajat
bernama Gear 360.
Dalam mendesain produknya, ketiga perusahaan tersebut mengikuti
konsensus umum kamera 360 derajat dengan memanfaatkan dua kamera wide angle yang
dipasang saling memunggungi. Desain ini terbukti efektif menangkap
gambar dari berbagai sisi tanpa perlu menggunakan lebih banyak kamera.
Meski demikian, masih ada beberapa produk yang menggunakan kombinasi
lebih dari dua kamera, seperti Orah 4i.
Ketiganya memiliki desain yang berbeda. Ricoh Theta dengan bentuk
persegi panjang yang nyaman digenggam tanpa tripod, Nikon KeyMission 360
dengan bentuk kotak menyerupai kamera aksi, sedangkan Samsung Gear 360
mengadopsi bentuk bola yang cukup unik. Bentuk kamera Gear 360 sendiri
mengingatkan saya pada karakter HAL 9000 dari film fiksi ilmiah, 2001: A Space Odyssey.
Variasi desain kamera 360 derajat di pasaran menandakan belum adanya
standar yang umum digunakan dalam merancang kamera jenis ini. Lain
halnya dengan kamera biasa atau smartphone yang cenderung memiliki desain itu-itu saja.
Ketiadaan standar ini sejatinya mendorong inovasi yang baik bagi
perkembangan teknologi. Tetapi, seperti teknologi lain yang
sedang berkembang pada umumnya, masih ada kekurangan yang
ditemui, antara lain hasil gambar yang belum sempurna bulat 360 derajat.
Membuka dunia baru
Keberadaan kamera 360 derajat membuka berbagai kemungkinan baru dalam
penyampaian informasi yang berbeda dari kamera konvensional. Lewat
kamera biasa atau smartphone, fotografer dapat dengan mudah menyampaikan apa yang dipotretnya dengan mengatur fokus dan komposisi gambar.
Lain halnya dengan kamera 360 derajat yang mampu menampilkan berbagai
objek sekaligus dari berbagai sisi, sehingga penggunaannya tidak
bisa disamakan dengan penggunaan kamera biasa.
Dari penggunaan Samsung Gear 360 selama beberapa hari, saya dapat
menyimpulkan kamera semacam ini optimal digunakan untuk menangkap gambar
yang memiliki banyak point of interest atau subjek menarik, misalnya panorama pemandangan, suasana ruangan, keramaian pasar, dan semacamnya.
Alasannya, kamera biasa dan sejenisnya memiliki keterbatasan sudut
pandang sehingga sulit mengambil banyak subjek sekaligus. Alasan lain
karena banyak subjek yang masuk dapat merusak komposisi foto tersebut.
Di level inilah kamera 360 derajat bermain untuk mengatasi
kekurangan dari kamera biasa.
Argumen serupa juga bisa digunakan dalam mengambil video 360 derajat.
Penyampaian informasi lewat video semacam ini juga harus diperlakukan
berbeda dari video konvensional. Kabar baiknya, sang kreator bisa lebih
bebas berekspresi dan bereksperimen dalam menggunakan kamera yang sarat
potensi ini.
Dukungan penuh dari berbagai pihak
Selain perusahaan hardware yang gencar memperkenalkan
jajaran produk-produk kompatibel dengan VR, dukungan penuh juga
dihadirkan oleh berbagai perusahaan penyedia software dan layanan lain.
Facebook dan Google adalah
contoh perusahaan teknologi raksasa yang cepat tanggap dalam menyambut
potensi VR dengan memperkenalkan platform untuk menampilkan konten
gambar 360 derajat. Kini kamu bisa menikmati video dan foto berformat
360 dejarat langsung lewat situs dan aplikasi Facebook dan YouTube.
Berkat adanya fitur baru yang dihadirkan oleh kedua
rakasasa teknologi ini, semua orang dapat dengan mudah mengunggah foto
atau video 360 derajat masing-masing dan membagikannya ke orang lain.
Dukungan tidak hanya ditemui dari penyedia platform saja. Perusahaan seperti Adobe kini menghadirkan fitur edit video 360 derajat melalui Adobe Premiere Pro. Berbagai penyedia software lain tidak mau kalah dengan menghadirkan aplikasi edit video serupa.
Samsung sendiri menyediakan software edit video 360 derajat bernama Gear 360 Action Director yang dapat diunduh secara cuma-cuma. Aplikasi tersebut memiliki penggunaan yang cukup mudah, meskipun saat ini hanya dapat digunakan melalui OS Windows.
Lahan potensial
Sebagai bagian dari generasi pertama kamera 360 derajat, perangkat
seperti Samsung Gear 360 sudah mampu menghasilkan gambar hampir
sempurna. Meski masih memiliki kekurangan, namun gambar yang dihasilkan
sudah cukup meyakinkan dan mampu memberikan pengalaman berbeda dibanding
kamera biasa.
Berbagai konektivitas yang ditawarkan perangkat-perangkat ini turut
memudahkan penggunaannya. Jangan lupakan fakta bahwa kamera semacam ini
sudah dijual di pasaran dengan harga yang cukup bersaing.
Dukungan terhadap teknologi VR pun datang dari berbagai pihak. Berkat
dukungan yang melimpah, masyarakat jadi kian mudah dalam menciptakan
ataupun mengonsumsi informasi berupa konten 360 derajat.
Dari berbagai kondisi di atas, saya rasa sekarang adalah saat yang
tepat bagi para kreator untuk mulai mengadopsi cara baru penyampaian
informasi ini. Peran kreator dalam menghasilkan konten yang dapat
mengisi teknologi VR tentunya akan membantu sektor industri lainnya
untuk berkembang dan berinovasi demi pengalaman VR yang lebih baik di
masa mendatang.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
Komentar